








Mengungkap Rahasia: 5 Tanda Ini Jawab Cara Membedakan Foto Asli dan Gambar Buatan AI
DB KLIK - Kecerdasan buatan (AI) kini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan digital, terutama dalam hal penciptaan konten visual.
Cukup dengan beberapa perintah teks (prompt), siapa pun bisa menciptakan gambar yang seolah-olah nyata.
Fenomena ini telah melahirkan tren baru, di mana foto-foto rekaan AI, dari yang absurd hingga yang sangat realistis, bertebaran di media sosial.
(BACA JUGA: Bukan Sekedar Toko Aplikasi, Google Play Kini Hadirkan Fitur Ai, Gaming, Hingga)
Namun, di balik kemudahan dan kreativitas tanpa batas itu, muncul persoalan baru: Bagaimana membedakan foto asli dengan gambar buatan AI?
Lebih jauh lagi, apa saja risiko hukum dan etika yang perlu diwaspadai saat menggunakan teknologi ini?
Para ahli mengingatkan, penggunaan AI untuk memodifikasi foto tidak hanya berkaitan dengan estetika, tetapi juga menyentuh ranah etika, privasi, dan hak cipta.
Salah satu risiko terbesar adalah menciptakan narasi palsu atau bahkan melanggar hak milik intelektual.
(BACA JUGA: Review MSI GeForce RTX 5060 8GB VENTUS 2X OC, VGA 8GB dengan GDDR7, Cek Performa)
Tanda-Tanda Gambar Buatan AI yang Sering Terlewat
Meskipun AI modern mampu menciptakan visual yang sangat meyakinkan, tetap ada celah-celah kecil yang dapat kita manfaatkan untuk mengidentifikasi gambar palsu.
Menurut laporan dari laman Forbes, berikut sejumlah detail yang sering menjadi kelemahan AI:
1. Kejanggalan Tekstur dan Resolusi
Gambar buatan AI kerap memperlihatkan tekstur yang tidak konsisten.
Perhatikan area latar belakang atau bagian yang tidak menjadi fokus utama.
(BACA JUGA: Link Streaming Queen Mantis Episode 6: Petunjuk Kunci Soal Dalang Terkuak Malam)
Sering kali, area ini terlihat terlalu halus (smooth), buram, atau memiliki detail yang tidak sinkron dengan objek utama.
Misalnya, daun-daun di pohon yang terlihat seperti lukisan, bukan foto.
2. Anatomi Tubuh yang Tidak Sempurna
Ini adalah salah satu tanda paling umum dan mudah dikenali. AI sering kali kesulitan meniru anatomi manusia secara sempurna.
Cermati detail seperti jumlah jari tangan yang tidak normal (lebih atau kurang), proporsi anggota tubuh yang janggal, atau ekspresi wajah yang terasa kaku dan tidak natural.
(BACA JUGA: Link Streaming dan Spoiler Tempest Episode 6-7: Misi Diplomat Jun Ji Hyun Terancam)
Rambut juga sering menjadi titik lemah, di mana teksturnya terlihat campur aduk atau bahkan menyatu dengan pakaian.
3. Bayangan dan Pencahayaan yang Aneh
Pencahayaan alami memiliki pola yang kompleks, dan AI sering gagal menirunya. Perhatikan arah bayangan.
Apakah bayangan yang dihasilkan objek sudah sesuai dengan sumber cahaya yang ada di dalam gambar?
Jika bayangan terlalu gelap, terlalu terang, atau arahnya tidak logis, ada kemungkinan besar gambar tersebut bukan foto asli.
(BACA JUGA: HyperOS 3 Bawa Fitur AI dan Integrasi Apple, Mampukah Geser Dominasi?)
4. Watermark atau Pola Khas AI
Banyak platform generator AI, terutama versi gratisnya, menambahkan watermark atau pola samar sebagai tanda kepemilikan.
Meskipun seringnya disembunyikan, jika diperhatikan secara jeli, watermark ini bisa terlihat di sudut gambar atau tersembunyi di dalam tekstur.
Tanda-tanda ini biasanya sengaja dipasang untuk mendorong pengguna berlangganan versi premium.
5. Arsitektur dan Pola yang Tidak Simetris
Jika gambar menampilkan objek buatan manusia seperti gedung, jembatan, atau pola geometris, perhatikan simetrinya.
(BACA JUGA: Ganti HP Baru Tapi Nomor Hilang? Ini Cara Mudah Pindahkan WhatsApp Tanpa Tambahan)
AI terkadang menghasilkan bangunan dengan garis-garis yang tidak lurus, tiang yang tidak tersambung, atau pola yang seharusnya sama namun ternyata berbeda.
Detail kecil ini menjadi petunjuk penting.
Aspek Hukum dan Etika di Balik Tren Foto AI
Secara hukum, isu hak cipta ini masih menjadi wilayah abu-abu.
Menurut VLP Law Group, sebuah firma hukum di Amerika Serikat, serta mengacu pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 di Indonesia, perlindungan hukum atas sebuah karya hanya diberikan jika ada campur tangan kreatif dari manusia.
(BACA JUGA: The Manipulated: Ketika Ji Chang Wook dan D.O. EXO Terjebak dalam Drama Penuh)
Artinya, karya yang sepenuhnya dihasilkan oleh AI tidak bisa didaftarkan hak ciptanya.
Ini membuat karya tersebut bebas digunakan oleh siapa pun.
Namun, di sisi lain, risiko tetap ada karena model AI dilatih dengan miliaran gambar dari internet—banyak di antaranya dilindungi hak cipta.
Pengamat Komunikas Digital dari Universitas Indonesia (UI), Firman Kurniawan mengatakan bahwa hendaknya masyarakat harus memiliki pemahaman terlebih dahulu mengenai produksi foto AI.
Terlebih, jika ternyata foto tersebut merupakan foto orang lain, yang mana menurutnya hendaknya ada permintaan izin terlebih dahulu ke orang yang bersangkutan dan tidak bisa langsung diedit begitu saja.
Ia menambahkan bahwa penggunaan foto idola atau orang lain tanpa izin bisa menimbulkan salah persepsi dan melanggar etika serta privasi, bahkan dapat menyebabkan ketidaknyamanan.
Maka dari itu, karena mempertimbangkan bagaimana konsekuensi penggunaan foto AI milik orang lain, Firman memberikan solusi jika kepada orang yang masih ingin mengedit foto melalui kecerdasan buatan.
Solusi tersebut yakni bisa dengen menggunakan foto keluarga sendiri saja.
Pernyataan ini sejalan dengan pengalaman Florentina (27), salah seorang pengguna foto edit AI, yang mengaku tidak mengetahui efek dari tren yang ia ikuti.
Dia menuturkan kenapa mengikuti tren tersebut, karena berawal dari kekaguman pada sosok idolanya dan ingin mengunggah hasil editan AI tersebut karena hasilnya bagus dan terlihat nyata.
Untuk menghindari risiko hukum dan etika, ada beberapa hal yang bisa dilakukan:
Transparansi: Selalu cantumkan sumber dan alat AI yang digunakan saat mempublikasikan gambar.
Perlindungan Karya: Seniman digital dianjurkan menggunakan watermark atau platform yang dapat melindungi karyanya dari data scraping.
Pertimbangan Sosial: Hindari menciptakan gambar yang mengandung stereotip, bias, atau gambaran keliru tentang kelompok tertentu.
Riset: Selalu pastikan gambar yang dihasilkan tidak melanggar hak cipta, norma, dan nilai budaya.
Penggunaan AI untuk mengedit foto memang legal, asalkan pengguna memastikan tidak ada pelanggaran hak cipta, privasi, dan aturan hukum yang berlaku.
Teknologi ini menawarkan peluang besar untuk berkreasi, namun tanggung jawab etis dan kewaspadaan tetap menjadi kunci.
Untuk mendukung kreativitas dan produktivitas Anda dalam era digital, pastikan Anda menggunakan perangkat yang mumpuni.
Kunjungi DB Klik, Toko Komputer Surabaya terlengkap dan terpercaya yang menyediakan berbagai macam kebutuhan elektronik, termasuk laptop dan PC berperforma tinggi, dengan harga hemat dan dijamin berkualitas.
DB Klik - Toko Komputer Surabaya yang terpercaya di Indonesia. Menjual berbagai macam kebutuhan elektronik yang lengkap seperti laptop, gadget, gaming, lifestyle, dan aksesoris. Belanja kebutuhan elektronik yang lengkap dan hemat langsung melalui Website DB Klik, Dijamin Berkualitas.